Merajuk,
ketika semua tidak sesuai dengan yang diharapkan. Seperti ada sesuatu perasaan
yang mengtaakan tidak terima dengan kejadian itu. Kondisi jiwa seperti ingin
mengeluarkan hasrat yang tidak tertahankan. Karena rasa kecewa ini hampir tidak
bisa ditahankan.
Namun
hati coba untuk lebih bersabar. Semua itu biasa dalam kehidupan. Yang namanya
hidup akan selalu menemukan dua peristiwa dalam jiwa. Kalau tidak sedih ya
senang. Kalau senang ya sepertinya kita begitu memiliki segalanya di dunia ini.
Namun kalau sudah sedih, gula yang manis pun terasa pahit di mulut.
Maaf
jika tulisan ini seperti terlalu menggunakan perasaan belaka. Namun ide besar
akan coba saya tuangkan dalam tulisan ini. Karean banyak orang mengatakan
logika tidak pernah sejalan dengan perasaan. Ini yang sering menjadi alasan
kenapa suami istri sering tidak cocok dalam menjalani rumah tangga. Alasannya
wanita terlalu berlebihan jika menggunakan perasaannya, sehingga pria yang
lebih mengandalkan logika berpikirnya sering tidak menerima sikap yang
ditunjukkan istri jika ada sesuatu hal yang aneh sidikit maka pria akan
bertanya-tanya dan jarang sering mencoba merasakan apa yang dirasakan istrinya.
Sayangnya
dalam logika tidak ditemukan logika senang dan logika sedih. Logika hanya
memainkan nalar-nalar yang dianggap masuk diakal. Sehingga wajar memang jika
seorang pria lebih terlihat beribawa ketimbang wanita.
Sebagai
pria saya sebenarnya sudah lama memikirkan hal ini. Dimulai dari saya membaca
seringnya terjadi pertengkaran dalam rumah tangga yang saya liat di media massa .
Ini
menunjukkan sebernarnya di masyarakat kita masih ada kelemahan antara hal yang
telah saya utarakan tadi yaitu logika dan perasaan. Bahkan sempat saya berpikir
antara logika dan perasaan merupakan dua ujung yang tidak akan pernah menyatu.
Contohnya
begini, seorang wanita yang terlalu menggunakan perasaannya seing tidak tampil
apa adanya atau terkesan jaim(jaga image), sehingga jika bergaul antara pria dan
wanita sering tidak lepas. Begitu juga pria, dengan mengandalakn logika ingin
seperti tampil terlihat sempurna dihadapan wanita.
Maka
biasanya kalau pria dan wanita sedang berpacaran diwaktu muda yang terjadi
hanya saling membohongi. Karena hanya ingin menunjukkan kebaikannya
masing-masing, nah ketka telah berumah tangga baru terkejut denga sikap asli
pasangannya.
Hal
ini sebenarnya yang sering terjadi di masyrakat kita. Maka ini menjadi pelajran
bagi kita.
Katanya
membangun bangsa yang beradab itu harus dibangun dari rumah tangga yang
didalamya terdiri dari individu-individu. Rumah tangga yang baik akan
diciptakan dari individu-individu yang baik. Bagaiman hal itu akan terwujud
jika dalam membangun rumah tangga saja diawal sudah terjadi kekeliruan sebenarnya.
Katanya
kalau tak pacaran dulu mana bisa menikah. Ini kalimat yang sering saya dengar
dikalangan pemuda bangsa ini. Tapi ternyata dengan pacaran sudah terjadi proses
pembentukan rumah tangga yang tidak baik, karena dari prosesnya mengajak individu
untuk tidak menjadi individu yang baik.
Dulu
ketika masih pacaran si pria begitu perhatiannya kepada wanita. Tiap malam
ditelpon. Kabarnya ditanya, udah makan atau belum. Tak jumpa sehari katanya
sseperti tak jumpa sebulan. Ternyata setelah menikah. Semua itu hanya
omongkosong. Sms pun hampir tak pernah ketika sudah menikah. Dulu waktu pacaran
kekasih kena duri si pria begitu antusias menanyakan mana yang sakit. Setelah
menikah, istri sedang tersandung pintu sekarang malah di marahi. Malah katanya
dimana mata mu kau pasang. Dengan nada yang begitu keras. Sama sekali berbeda 180’.
Pesan
untuk wanita-wanita, biasanya kalau pria dalam proses pacaran itu hanya ingin
memuaskan nafsunya. Setelah nafsunya terpuaskan jarang sekali kemudian menjadi
pria yang setia. Bahkan sering mencari mangsa lain yang menjadi pemuas nafsu
berikutnya.
Maka
wajar ketika sudah menikah pria sudah bosan dengan istrinya, biasanya begitu. Mohon
maaf bila tulisan ini ada yang menyinggung anda yang membaca jika tersinggung.
Karena niat saya menulis ini hanya memberikan pencerahan. Bahwa bangsa yang
besar akan dibentuk dari masayarakat-masyrakat yang besar dalam pengertian
cita-cita dan tingkah lakunya. Dan masyarakat yang besar disusun dari elemen
keluarga-keluarga yang besar. Berarti penting bagi kita yang akan membentuk
rumah tangga yang besar dalam artian cita-cita untuk kemajuan bangsa ini. Maka
proses pembangunan bangsa dimulai dengan memperbaika keluarga-keluarga. Maka
keluarga yang baik hanya akan muncul dari proses yang baik, dengan bahan dasar
yang baik yaitu individunya.