(Dimuat
oleh mingguan Ikhwanul Muslimin, Edisi XXI, 18 Jumadits Tsaniyah 1353 H.)
Engkau
telah mengetahui bahwa Ikhwanul Muslimin mengenal Islam sebagai sarana paling
mulia untuk membersihkan jiwa, memperbarui ruhani, dan menyucikan akhlaq. Dari
cahayanyalah mereka mengambil prinsip untuk membangun aqidah. Anda pun sangat
memahami bahwa kedudukan shalat dalam Islam bagaikan kedudukan kepala pada
jasad. Shalat adalah pilar Islam yang kekal abadi. Ia juga penyejuk jiwa bagi
yang menegakkannya, penenang hati, dan penghubung antara hamba dengan Tuhannya.
Ia adalah tangga yang mengantarkan ruh orang-orang yang hatinya sarat dengan
mahabbah menuju ketinggian yang tiada batasnya. Dialah taman suci yang
menghimpun berbagai unsur kebahagiaan, baik di alam ghaib maupun di alam nyata.
Dialah kilatan cahaya bagi orang yang ingin menerangi jiwanya, dan dialah
kelezatan bagi orang yang ingin menikmatinya. Apakah Anda menyaksikan orang
yang begitu asyik dalam kekhusyukannya berhubungan dengan Tuhan, sebagaimana
asyiknya orang yang tengah ruku’ dan sujud di tengah malam gulita dengan
gelisah karena khawatir akan nasibnya di akhirat, dengan berharap-harap cemas
akan rahmat-Nya? Di saat mata semua orang telah terpejam dan pikiran pun telah
hanyut bersama tidur pulasnya, sebagian orang justru asyik berduaan dengan
kekasihnya, sehingga sang arif bijak bestari pun bergumam:
Begadangnya
mata ini Rabbi
jika bukan untuk wajah-Mu
adalah sia-sia
Dan isak tangisnya
jika bukan lantaran kehilangan diri-Mu ilahi
adalah kebatilan belaka
jika bukan untuk wajah-Mu
adalah sia-sia
Dan isak tangisnya
jika bukan lantaran kehilangan diri-Mu ilahi
adalah kebatilan belaka
Wahai
saudaraku, saat Anda berada dalam situasi demikian, itu lebih berarti bagi hati
dan jiwamu daripada seribu kata nasihat, seribu paragraf kisah, dan sejuta forum
ceramah. Cobalah, Anda pasti merasakannya. Al-Qur’an mengisyaratkan hal ini
dalam ayatnya,
“Sesungguhnya
mereka sebelum itu di dunia adalah orang-orang yang berbuat baik. Mereka
sedikit sekali tidur di waktu malam. Dan di akhir malam mereka memohon ampun
(kepada Allah),” (Adz-Dzariyat: 16-18)
Sedangkan
pahala mereka pun tersembunyi.
“Seorang
pun tidak mengetahui apa yang disembunyikan untuk mereka yaitu (bermacam-macam
nikmat) yang menyedapkan pandangan mata sebagai balasan terhadap apa yang telah
mereka kerjakan.” (AS-Sajadah: 17)
Tidakkah
amal mereka juga tersembunyi? Bukankah ‘bersembunyi’ di depan khalayak juga
merupakan sesuatu yang mungkin terjadi? Dan mungkinkah suatu kenikmatan
dirasakan oleh mereka yang tengah dimabuk cinta selain di saat bersembunyi
juga? Adakah balasan kebajikan kecuali kebajikan juga? Banyak yang menceritakan
bahwa Abul Qasim Al-Junaid mimpi meninggal dunia. Lalu ditanyakan kepadanya,
‘Apa yang Allah lakukan kepadamu?” Ia menjawab, “Sia-sialah segala bentuk amal,
kata-kata, dan ilmu pengetahuan. Tiada yang memberi manfaat kepadaku kecuali
beberapa rakaat yang saya tunaikan di tengah malam.”
Jangan
heran, wahai pembaca yang budiman. Memang tiada yang memberi manfaat lebih baik
bagi hati, selain kesunyian yang merasuki wilayah pemikiran. Tiada yang
menyucikan jiwa lebih utama, selain beberapa rakaat yang ditunaikan secara
khusyuk yang menghapus dosa, membasuh noda dan aib, menanamkan cahaya iman
dalam kalbu, dan menenteramkan dada dengan sejuknya embun keyakinan.
Kaum
muslimin di masa kini bermacam-macam dalam menyikapi shalat. Ada di antara
mereka yang menyia-nyiakan dan meninggalkannya. Jika Anda mengingatkan sesuatu
tentangnya atau mengajak mereka untuk melakukannya, mereka berpaling dengan
congkak dan menganggapnya enteng, padahal di sisi Allah ia adalah sesuatu yang
besar. Saya tidak ingin mengatakan bahwa sebagian mereka melarang dan
merendahkan orang yang menunaikan shalat sembari mengatakan bahwa pekerjaan itu
sudah ketinggalan zaman dan kuno. Engkau pasti mendengar dari mereka dan
orang-orang semacamnya kata-kata yang menyakitkan hati dan aneh, seolah-olah
mereka tidak mendengar ayat Allah,
“Maka
kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari
shalatnya.” (Al-Ma’un: 4-5)
Anda
pasti lebih heran ketika mengetahui bahwa sebagian orang yang bekerja di lahan
dakwah dan duduk di lembaga pengadilan Islam ada yang mengabaikan urusan shalat
dan menganggapnya remeh. Seakan-akan Nabi saw. belum pernah berkata bahwa
shalat itu adalah tiang agama dari ia merupakan kewajiban yang harus ditegakkan
oleh kaum muslimin. Mereka seolah-olah belum pernah mendengar sabda Nabi saw.,
“Tiada
jarak antara seorang hamba dengan kekufuran kecuali meninggalkan shalat.
Apabila meninggalkannya maka ia syiri Ibnu Majah dan Suyuthi menyebutnya
sebagai shahih dalam mi’ush Shaghir)
Kami
tidak merasa perlu berusaha meyakinkan mereka dengan penjelasan yang jelas, dan
rinci. Cukuplah kami memohon kepada Allah agar memberikan hidayah dan
taufiq-Nya kepadanya. Setelah itu kita berhadapan dengan dua kelompok yang lain
dari kalangan kaum muslimin.
Adapun
kalangan mayoritas, mereka menunaikan shalat secara refleks dan mekanis,
sekadar menerima warisan dari para pendahulu mereka. Mereka melakukan kebiasaan
itu sepanjang waktu tanpa mengetahui rahasia di baliknya dan tanpa merasakan
dampaknya. Cukuplah bagi mereka dapat mengucapkan bacaan-bacaan shalat sembari
melakukan gerakan-gerakannya, sesudah itu pergilah ia dengan perasaan puas
bahwa mereka telah menunaikan kewajiban menegakkan shalat. Terhindarlah mereka
dari azab dan berhaklah atas pahala.
Ini
adalah khayalan yang tidak akan terwujud sama sekali, karena ucapan dan
tindakan shalat itu hanyalah kerangka fisik yang jiwanya adalah kepahaman,
pilarnya adalah kekhusyukan, dan buahnya adalah pengaruh riil. Dalam suatu
riwayat hadits disebutkan, “Shalat itu ketenangan, ketawadhu’an, dan rintihan…”
(HR. Tirmidzi dan Nasa’i)
Oleh
karenanya, Anda menyaksikan kebanyakan orang tidak dapat mengambil manfaat dari
shalat mereka dan tidak dapat mencegah dirinya dari kemunkaran. Padahal,
seandainya saja shalat itu disempurnakan, ia akan membuahkan kesucian jiwa dan
kebersihan hati, serta menjauhkan pelakunya dari dosa dan kemunkaran.
Sedangkan
kelompok kedua, jumlahnya sedikit, tetapi mereka memahami rahasia shalat dengan
baik. Ia sungguh-Sungguh dalam menunaikan dan gigih dalam usaha
menyempurnakannya. Ia shalat dengan penuh rasa khusyuk Penuh renungan,
ketenangan, dan keluar dari dunia shalatnya dengan merasakan nikmat ibadah dan
ketaatan, serta limpahan cahaya Allah yang tiada tara. Hal itu tampak pada
mereka yang jiwanya telah sampai kepada ma’rifat kepada-Nya, Dalam sebuah
hadits dikatakan,
“Barangsiapa
mengerjakan shalat pada waktunya dengan menyempurnakan wudhunya, menyempurnakan
ruku’ sujud dan khusyuknya, ia (shalatnya) melesat ke angkasa dengan warna
putih Cemerlang sambil berkata, ‘Semoga Allah menjagamu sebagaimana engkau
menjagaku.’ Dan barangsiapa mengerjakan shalat tidak pada waktunya serta tidak
menyempurnakan Wudhunya, tidak menyempurnakan ruku’, sujud, dan khusyuknya, ia
melesat ke angkasa dalam warna hitam pekat dan berkata, ‘Semoga Allah
menyia-nyiakanmu sebagaimana engkau menyia-nyiakanku.’ Sehingga tatkala sampai
di tempat yang Allah tentukan, ia dilipat sebagaimana kain lalu dipukulkan ke
wajahnya (orang yang shalat).” (HR. Thabrani dalam AI-Ausath dari Anas HR.
Tayalisi dan Baihaqi dalam Asy-Syu’ab dari Ubadah bin Shamit)
Oleh
karenanya, derajat manusia itu beragam dan tingkat pahalanya pun berbeda-beda ‘
meskipun sama-sama menunaikan shalat yang bentuk, gerakan dan ucapannya satu.
oleh karenanya, para salafush ’shalih juga sangat bersungguh-sungguh
menghadirkan hati dalam shalat mereka dan menyempurnakan khusyuk dalam
ibadahnya. Demikian itu pula sifat yang dinisbatkan kepada orang-orang beriman,
“Adalah
orang-orang yang khusyuk dalam shalatnya.” (Al-Mukminun: 2)
Ikhwanul
Muslimin mengetahui hal ini dan senantiasa berusaha berjalan bersamanya. salah
satu fenomena operasional paling menonjol di kalangan mereka adalah bagaimana
mereka memperbaiki shalatnya. Mereka beranggapan bahwa dengan itulah mereka
melewati jalan yang paling pintas menuju pembaharuan jiwa dan penyucian ruhani.
“Jadikanlah
sabar dan shalat sebagai penolongmu. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang
yang sabar ” (Al-Baqarah: 153)
Wahai
saudaraku muslim, Anda paham sekarang, dan jadilah teladan ihsan dalam
shalatmu, serta yakinlah bahwa langkah pertama sebelum segala aktivitas kita
adalah memperbaiki shalat.
No comments:
Post a Comment