Friday, January 21, 2011

Kedudukan Shalat


(Dimuat oleh mingguan Ikhwanul Muslimin, Edisi XXI, 18 Jumadits Tsaniyah 1353 H.)
Engkau telah mengetahui bahwa Ikhwanul Muslimin mengenal Islam sebagai sarana paling mulia untuk membersihkan jiwa, memperbarui ruhani, dan menyucikan akhlaq. Dari cahayanyalah mereka mengambil prinsip untuk membangun aqidah. Anda pun sangat memahami bahwa kedudukan shalat dalam Islam bagaikan kedudukan kepala pada jasad. Shalat adalah pilar Islam yang kekal abadi. Ia juga penyejuk jiwa bagi yang menegakkannya, penenang hati, dan penghubung antara hamba dengan Tuhannya. Ia adalah tangga yang mengantarkan ruh orang-orang yang hatinya sarat dengan mahabbah menuju ketinggian yang tiada batasnya. Dialah taman suci yang menghimpun berbagai unsur kebahagiaan, baik di alam ghaib maupun di alam nyata. Dialah kilatan cahaya bagi orang yang ingin menerangi jiwanya, dan dialah kelezatan bagi orang yang ingin menikmatinya. Apakah Anda menyaksikan orang yang begitu asyik dalam kekhusyukannya berhubungan dengan Tuhan, sebagaimana asyiknya orang yang tengah ruku’ dan sujud di tengah malam gulita dengan gelisah karena khawatir akan nasibnya di akhirat, dengan berharap-harap cemas akan rahmat-Nya? Di saat mata semua orang telah terpejam dan pikiran pun telah hanyut bersama tidur pulasnya, sebagian orang justru asyik berduaan dengan kekasihnya, sehingga sang arif bijak bestari pun bergumam:
Begadangnya mata ini Rabbi
jika bukan untuk wajah-Mu
adalah sia-sia
Dan isak tangisnya
jika bukan lantaran kehilangan diri-Mu ilahi
adalah kebatilan belaka
Wahai saudaraku, saat Anda berada dalam situasi demikian, itu lebih berarti bagi hati dan jiwamu daripada seribu kata nasihat, seribu paragraf kisah, dan sejuta forum ceramah. Cobalah, Anda pasti merasakannya. Al-Qur’an mengisyaratkan hal ini dalam ayatnya,
“Sesungguhnya mereka sebelum itu di dunia adalah orang-orang yang berbuat baik. Mereka sedikit sekali tidur di waktu malam. Dan di akhir malam mereka memohon ampun (kepada Allah),” (Adz-Dzariyat: 16-18)
Sedangkan pahala mereka pun tersembunyi.
“Seorang pun tidak mengetahui apa yang disembunyikan untuk mereka yaitu (bermacam-macam nikmat) yang menyedapkan pandangan mata sebagai balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.” (AS-Sajadah: 17)
Tidakkah amal mereka juga tersembunyi? Bukankah ‘bersembunyi’ di depan khalayak juga merupakan sesuatu yang mungkin terjadi? Dan mungkinkah suatu kenikmatan dirasakan oleh mereka yang tengah dimabuk cinta selain di saat bersembunyi juga? Adakah balasan kebajikan kecuali kebajikan juga? Banyak yang menceritakan bahwa Abul Qasim Al-Junaid mimpi meninggal dunia. Lalu ditanyakan kepadanya, ‘Apa yang Allah lakukan kepadamu?” Ia menjawab, “Sia-sialah segala bentuk amal, kata-kata, dan ilmu pengetahuan. Tiada yang memberi manfaat kepadaku kecuali beberapa rakaat yang saya tunaikan di tengah malam.”
Jangan heran, wahai pembaca yang budiman. Memang tiada yang memberi manfaat lebih baik bagi hati, selain kesunyian yang merasuki wilayah pemikiran. Tiada yang menyucikan jiwa lebih utama, selain beberapa rakaat yang ditunaikan secara khusyuk yang menghapus dosa, membasuh noda dan aib, menanamkan cahaya iman dalam kalbu, dan menenteramkan dada dengan sejuknya embun keyakinan.
Kaum muslimin di masa kini bermacam-macam dalam menyikapi shalat. Ada di antara mereka yang menyia-nyiakan dan meninggalkannya. Jika Anda mengingatkan sesuatu tentangnya atau mengajak mereka untuk melakukannya, mereka berpaling dengan congkak dan menganggapnya enteng, padahal di sisi Allah ia adalah sesuatu yang besar. Saya tidak ingin mengatakan bahwa sebagian mereka melarang dan merendahkan orang yang menunaikan shalat sembari mengatakan bahwa pekerjaan itu sudah ketinggalan zaman dan kuno. Engkau pasti mendengar dari mereka dan orang-orang semacamnya kata-kata yang menyakitkan hati dan aneh, seolah-olah mereka tidak mendengar ayat Allah,
“Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya.” (Al-Ma’un: 4-5)
Anda pasti lebih heran ketika mengetahui bahwa sebagian orang yang bekerja di lahan dakwah dan duduk di lembaga pengadilan Islam ada yang mengabaikan urusan shalat dan menganggapnya remeh. Seakan-akan Nabi saw. belum pernah berkata bahwa shalat itu adalah tiang agama dari ia merupakan kewajiban yang harus ditegakkan oleh kaum muslimin. Mereka seolah-olah belum pernah mendengar sabda Nabi saw.,
“Tiada jarak antara seorang hamba dengan kekufuran kecuali meninggalkan shalat. Apabila meninggalkannya maka ia syiri Ibnu Majah dan Suyuthi menyebutnya sebagai shahih dalam mi’ush Shaghir)
Kami tidak merasa perlu berusaha meyakinkan mereka dengan penjelasan yang jelas, dan rinci. Cukuplah kami memohon kepada Allah agar memberikan hidayah dan taufiq-Nya kepadanya. Setelah itu kita berhadapan dengan dua kelompok yang lain dari kalangan kaum muslimin.
Adapun kalangan mayoritas, mereka menunaikan shalat secara refleks dan mekanis, sekadar menerima warisan dari para pendahulu mereka. Mereka melakukan kebiasaan itu sepanjang waktu tanpa mengetahui rahasia di baliknya dan tanpa merasakan dampaknya. Cukuplah bagi mereka dapat mengucapkan bacaan-bacaan shalat sembari melakukan gerakan-gerakannya, sesudah itu pergilah ia dengan perasaan puas bahwa mereka telah menunaikan kewajiban menegakkan shalat. Terhindarlah mereka dari azab dan berhaklah atas pahala.
Ini adalah khayalan yang tidak akan terwujud sama sekali, karena ucapan dan tindakan shalat itu hanyalah kerangka fisik yang jiwanya adalah kepahaman, pilarnya adalah kekhusyukan, dan buahnya adalah pengaruh riil. Dalam suatu riwayat hadits disebutkan, “Shalat itu ketenangan, ketawadhu’an, dan rintihan…” (HR. Tirmidzi dan Nasa’i)
Oleh karenanya, Anda menyaksikan kebanyakan orang tidak dapat mengambil manfaat dari shalat mereka dan tidak dapat mencegah dirinya dari kemunkaran. Padahal, seandainya saja shalat itu disempurnakan, ia akan membuahkan kesucian jiwa dan kebersihan hati, serta menjauhkan pelakunya dari dosa dan kemunkaran.
Sedangkan kelompok kedua, jumlahnya sedikit, tetapi mereka memahami rahasia shalat dengan baik. Ia sungguh-Sungguh dalam menunaikan dan gigih dalam usaha menyempurnakannya. Ia shalat dengan penuh rasa khusyuk Penuh renungan, ketenangan, dan keluar dari dunia shalatnya dengan merasakan nikmat ibadah dan ketaatan, serta limpahan cahaya Allah yang tiada tara. Hal itu tampak pada mereka yang jiwanya telah sampai kepada ma’rifat kepada-Nya, Dalam sebuah hadits dikatakan,
“Barangsiapa mengerjakan shalat pada waktunya dengan menyempurnakan wudhunya, menyempurnakan ruku’ sujud dan khusyuknya, ia (shalatnya) melesat ke angkasa dengan warna putih Cemerlang sambil berkata, ‘Semoga Allah menjagamu sebagaimana engkau menjagaku.’ Dan barangsiapa mengerjakan shalat tidak pada waktunya serta tidak menyempurnakan Wudhunya, tidak menyempurnakan ruku’, sujud, dan khusyuknya, ia melesat ke angkasa dalam warna hitam pekat dan berkata, ‘Semoga Allah menyia-nyiakanmu sebagaimana engkau menyia-nyiakanku.’ Sehingga tatkala sampai di tempat yang Allah tentukan, ia dilipat sebagaimana kain lalu dipukulkan ke wajahnya (orang yang shalat).” (HR. Thabrani dalam AI-Ausath dari Anas HR. Tayalisi dan Baihaqi dalam Asy-Syu’ab dari Ubadah bin Shamit)
Oleh karenanya, derajat manusia itu beragam dan tingkat pahalanya pun berbeda-beda ‘ meskipun sama-sama menunaikan shalat yang bentuk, gerakan dan ucapannya satu. oleh karenanya, para salafush ’shalih juga sangat bersungguh-sungguh menghadirkan hati dalam shalat mereka dan menyempurnakan khusyuk dalam ibadahnya. Demikian itu pula sifat yang dinisbatkan kepada orang-orang beriman,
“Adalah orang-orang yang khusyuk dalam shalatnya.” (Al-Mukminun: 2)
Ikhwanul Muslimin mengetahui hal ini dan senantiasa berusaha berjalan bersamanya. salah satu fenomena operasional paling menonjol di kalangan mereka adalah bagaimana mereka memperbaiki shalatnya. Mereka beranggapan bahwa dengan itulah mereka melewati jalan yang paling pintas menuju pembaharuan jiwa dan penyucian ruhani.
“Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar ” (Al-Baqarah: 153)
Wahai saudaraku muslim, Anda paham sekarang, dan jadilah teladan ihsan dalam shalatmu, serta yakinlah bahwa langkah pertama sebelum segala aktivitas kita adalah memperbaiki shalat.

No comments:

Total Pageviews